Selasa, 22 Maret 2011

Pembahasan Tentang UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi

Pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi, dengan alasan tersebutlah dibuat suatu undang-undang yang berisi aturan-aturan yang wajib dijalani dalam hal telekomunikasi, undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 dibuat untuk menggantikan undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang telekomunikasi yang dipandang tidak sesuai lagi. Berdasarkan undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 telekomunikasi adalah “Setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainya”.

Dalam undang-undang ini ada beberapa hal yang berkaitan erat dengan telekomunikasi, hal tersebut dijabarkan secara jelas pada Bab Ketentuan Umum Pasal 1 seperti Alat telekomunikasi, Perangkat Telekomunikasi, Sarana dan prasarana telekomunikasi, Pemancar radio, Jaringan telekomunikasi, Jasa telekomunikasi, Penyelenggara telekomunikasi, Pelanggan, Pemakai, Pengguna, Penyelenggara telekomunikasi, Penyelenggara jaringan telekomunikasi, Penyelenggara jasa telekomunikasi, Penyelenggara telekomunikasi khusus, Interkoneksi, Menteri. Pada dasarnya tujuan dari adanya telekominikasi adalah untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Telekomunikasi dikuasi oleh Negara dan pembinaanya dilakukan oleh pemerintah, dalam pelaksanaan pembinaan telekomunikasi pemerintah melibatkan peran serta masyarakat. Disini menteri bertindak sebagai penaggung jawab administrasi telekomunikasi Indonesia. Telekominukasi diselenggarakan dalam tiga hal yaitu penyeleggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi, dan penyelenggara telekomunikasi khusus. Ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Undang-undang ini menjelaskan mengenai Larangan Praktek Monopoli pada Pasal 10 Ayat 1 disebutkan Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi. Dalam penyelenggaraan telekomuniksai membutuhkan izin dari menteri, izin tersebut harus memperhatikan tata cara yang sederhana, proses yang transparan, adil dan tidak siskriminatif dan penyelesaian dalam waktu yang singkat. Untuk mengadakan penyelenggaraan komuniksai dapat memanfaatkan tanah atau bangunan milik pemerintah atau milik perseorangan stelah mendapatkan persetujuan kedua belah pihak, jika dalam penyelenggaraan komuniksai menimbulkan kerugian pihak yang merasa dirugikan berhak menuntut ganti rugi kepada penyelenggara komunikasi, hal-hal yang berhubungan dengan situasi tersebut telah dijelskan pada Pasal 12 – Pasal 22. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomuniksai digunakan system penomoran, selain itu setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya, dan wajib membayar biaya hak penyelenggara telekomunikasi yang diambil dari persentase pendapatan. Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan olehpenyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah. Adanya telekomunikasi khusus pada penyelenggaraan telekomunikasi diberikan setelah mendapat persetujuan dari menteri, dan hal itu diberikan untuk keperluan penyiaran.

Dalam telekomunikasi dibutuhkan perangkat telekomunikasi, spectrum radio, dan orbit satelit semua itu harus dengan spesifikasi dan ketentuan yang telah ditetapkan pada undang-undang ini yang diatur pada Pasal 32 – Pasal 37. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi., seperti penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan. Untuk melindungi privacy sesorang (pengguna jasa telekomunikasi) dibuatlah aturan mengenai pengamanan telekomunikasi, pada Pasal 42 Ayat 1 telah jelas sekali menerangkan bahwa “Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya”. Dalam hal penyidikan undang-undang ini memberikan hak menyidik selain pada penyidik pejabat polisi Negara republic Indonesia juga diberikan hak kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu. Ketentuan pidana pada undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi menyebutkan sanksi hukumpidana penjara paling lama 6 tahun atau denda sebanyak 600.000.000, hal-hal lain yang menyangkut pidana tetera jelas dalam Pasal 47- Pasal 59.

Ketentuan peralihan pada pasal 60 menyebutkan “Pada saat berlakunya Undang -undang ini, penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 3 Tahun 1998 tentang Telekomunikasi, tetap dapat menjalankan kegiatan dengan ketentuan dalam waktu selambatlambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini dinyatakan berlaku wajib menyesuaikan dengan Undang-undang ini”. Kemudian setelah satu tahun undang-undang Nomor 3 Tahun 1998 tidak berlaku lagi.

Pembahasan Tentang UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta

Untuk memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan penghargaan atas buah kreativitas dari seseorang atau suatu organisasi, dibuatlah undang-undang perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual atau undang-undang tentang Hak Cipta. Undang undang Hak Cipta telah banyak mengalami perubahan, pertama dibuat undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta dan telah diubah dengan undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan kini undang-undang tersebut telah diubah menjadi undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang ini dijabarkan secara jelas mengenai apa saja yang berkaitan erat tentang Hak Cipta seperti dijelaskan mengenai pengertian Hak Cipta, Pencipta, Ciptaan, Pemegang Hak Cipta, Pengumuman, Perbanyakan, Potret, Program Komputer, Hak Terkait, Pelaku, Produser Rekaman Suara, Lembaga Penyiaran, Permohonan, Lisensi, Kuasa, Menteri, dan Direktorat Jenderal.
Pengertian Hak Cipta dalam undang-undang ini adalah “Hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 1). Fungsi dari Hak Cipta itu sendiri adalah memberikan Hak atau kekuasaan terhadap pencipta atau pemegang hak cipta untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial. Sifat dari Hak Cipta dalah sebagai benda bergerak yang dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya ataupun sebagian karena Pewarisan, Hibah, Wasiat, Perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Jika pencipta meninggal dunia Hak Cipta menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, sekalipun Hak Cipta tersebut tidak atau belum diumumkan tetap menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat, Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.

Seseorang dianggap sebagi pencipta suatu ciptaan atau karya jika namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal atau namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan dan jika pada ceramah orang yang berceramah tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagi pencipta ceramah tersebut. Sesorang tidak bisa secara mudah mengaku sebagai pencipta atas suatu ciptaan karena dalam undang-undang ini telah diatur apa saja yang menjadi kriteria seseorang dikatakan pencipta atas suatu ciptaan. Mengenai Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui telah dijelaskan secara lengkap bahwa Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya serta Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 menjelaskan pula mengenai Ciptaan apa saja yang dilindungi dan disebutkan juga mengenai apa saja yang tidak termasuk dalam Hak Cipta. Disini juga disebutkan hal-hal yang tidak dianggap sebagi pelanggaran Hak Cipta, seperti syarat bahwa sumber harus disebutkan, dan harus sesuai dengan aslinya. Dalam Pasal 17 disebutkan “Pemerintah melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta”. Pasal ini membuktikan adanya batasan atas ciptaan. Pada bab 2 bagian keenam dalam undang-undang ini dijelaskan mengenai Hak Cipta atas Potret, pasal demi pasal dalam bagian ini menerangkan bahwa Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia. Hak Moral pencipta atau ahli warisnya dijelaskan secara rinci pada bagian ke tujuh dalam bab 2 Pasal 24 – Pasal 26. Sutau ciptaan yang menggunakan sarana kontrol teknologi juga diatur dalam undang-undang ini.

Masa berlaku Hak Cipta adalah 50 tahun, penjelasanya tertuang dalam Pasal 29 – pasal 34. Untuk mendaftarkan suatu ciptaan Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan, Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Ketentuan dari pendaftaran atau permohonan atas sutu ciptaan tertuang dalam Pasal 35 – Pasal 47. Adanya Dewan Hak Cipta adalah untuk membantu Pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta. Hak-hak terkait dalam memberikan izin atau melarang suatu ciptaan diumumkan atau diperbanyak diberikan juga kepada Pelaku, Produser Rekaman Suara dan Lembaga Penyiaran. Jangka waktu perlindungan yang diberikan untuk Pelaku dan Produser Rekaman Suara adalah 50 tahun, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran asalah 20 tahun. Hak Cipta sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dikelola oleh Direktorat Jendral. Untuk setiap pengajuan Permohonan, permintaan petikan Daftar Umum Ciptaan, pencatatan pengalihan Hak Cipta, pencatatan perubahan nama dan/atau alamat, pencatatan perjanjian Lisensi, pencatatan Lisensi wajib, serta lain-lain yang ditentukan dalam Undangundang ini dikenai biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Masalh penyelasain sengketa dalam Hak Cipta juga dijabrkan secara rinci dalam Pasal 55 – Pasal 66. Pada Bab sebelas dijelaskan tantang Penetapan Sementara Pengadilan yang menerangkan mengenai pelanggaran-pelanggaran hak cipta dan apa yang harus dilakukan pihak-pihak yang dirugikan. Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik, penyidik berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta, melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta, pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta, dan meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta. Ketentuan pidana dalam pelanggaran atas Hak Cipta telah diatur dalam Pasal 72- Pasal 73 yang menerangakan denda atau pidana yang diberikan terhadap pelangar hak Cipta sebesar 500.000.000 paling banyak dan pidana paling lama 5 tahun.

Ketentuan Peralihan dalam undang-undang ini menerangkan “Dengan berlakunya Undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang- undang ini, tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini”. Dan dipaparkan pula mengenai undang-undang ini berlaku terhadap semua Ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia, semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia, semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Jadi menurut saya, dengan adanya UU Telekomunikasi di Indonesia, maka setiap penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia dapat mengerti dan memahami semua hal yang berhubungan dengan telekomunikasi dalam bidang teknologi informasi dari mulai azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana.
Mengenai keterbatasan UU telekomunikasi,menurut saya tidak ada keterbatasan sama sekali,karena UU itu dibuat untuk meminimalkan hal-hal yang tidak kita inginkan,di tambah lagi di jaman modern sekarang.karena penggunaan teknologi informasi sangat berpengaruh besar untuk negara kita,itu apa bila dilihat dari keuntungan buat negara kita karena kita dapat secara bebas memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing.. jadi kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta