Kamis, 02 Juni 2011

Persyaratan dan Prosedur Pengambilan Ujian Sertifikasi untuk Setiap Jenis Profesi TI

Untuk ambil ujian sertifikasi ada beberapa prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu, baik itu lembaga yang memberikan sertifikasi, personel yang dikontrak oleh lembaga sertifikasi dan calon yang ingin mendapatkan sertifikasi profesi (dibidang IT). Dibawah ini penulis akan memberikan gambaran prosedur dan persyaratan apa saja yang harus dilakukan untuk mengambil sertifikasi (untuk profesi IT).


1. Persyaratan untuk LSP

1.1 Lembaga sertifikasi

1.1.1 Kebijakan, prosedur, dan administrasi lembaga sertifikasi harus terkait dengan kriteria sertifikasi, harus jujur dan wajar terhadap seluruh calon dan harus memenuhi semua persyaratan dan peraturan perundangundangan yang berlaku. LSP tidak boleh menggunakan prosedur yang menghambat dan menghalangi akses oleh pemohon dan calon, kecuali yang ditetapkan dalam pedoman ini.

1.1.2 LSP harus menetapkan kebijakan dan prosedur untuk pemberian, pemeliharaan, perpanjangan, penundaan atau pencabutan sertifikasi serta perluasan/pengurangan ruang lingkup sertifikasi yang diajukan.

1.1.3 LSP harus membatasi persyaratan, evaluasi dan keputusan sertifikasinya, sesuai dengan hal-hal spesifik yang berkaitan dengan ruang lingkup sertifikasi.


1.2 Struktur organisasi

1.2.1 Struktur LSP harus dibentuk sedemikian rupa sehingga memberikan kepercayaan kepada pihak terkait atas kompetensi, ketidakberpihakan dan integritasnya. Secara khusus, lembaga sertifikasi harus :

a) independen dan tidak memihak dalam kaitannya dengan pemohon, calon dan profesi yang disertifikasi, termasuk dengan pemiliki dan pelanggannya dan harus mengambil langkah yang dapat menjamin operasi yang layak;
b) bertanggung jawab atas keputusannya berkaitan dengan pemberian, pemeliharaan, perpanjangan, penundaan dan pencabutan sertifikasi serta perluasan/pengurangan ruang lingkup yang diajukan.
c) mengidentifikasi manajemen (kelompok atau profesi) yang memiliki tanggung jawab menyeluruh untuk:

1) evaluasi, sertifikasi dan survailen sebagaimana ditetapkan dalam pedoman ini, dalam persyaratan kompetensi dan dalam dokumen relevan lain yang berlaku.
2) perumusan kebijakan operasi LSP, yang berkaitan dengan sertifikasi profesi.
3) keputusan sertifikasi,
4) penerapan kebijakan dan prosedurnya
5) keuangan lembaga sertifikasi, dan
6) pendelegasian kewenangan kepada beberapa komite atau perorangan untuk melakukan kegiatan yang ditetapkan atas namanya.

d) memiliki dokumen legalitas hukum atau bagian dari legalitas hukum

1.2.2 LSP harus memiliki struktur terdokumentasi yang menjaga ketidakberpihakan termasuk ketentuan yang menjamin ketidakberpihakan pengoperasian LSP. Struktur ini harus melibatkan partisipasi semua pihak penting yang terkait dalam pengembangan kebijakan dan prinsip-prinsip tentang substansi dan fungsi sistem sertifikasi, tanpa adanya pihak yang mendominasi.

1.2.3 LSP harus membentuk komite skema atau nama lain, yang harus bertanggung jawab dalam pengembangan dan pemeliharaan skema sertifikasi untuk setiap jenis sertifikasi yang dipertimbangkan. Komite skema harus diwakili oleh pihak penting terkait secara seimbang (tanpa ada pihak yang lebih mendominasi). Jika ada skema sertifikasi yang dikembangkan oleh organisasi selain lembaga sertifikasi, maka pengembangan skema tersebut harus mengikuti prinsip-prinsip yang sama.

1.2.4 LSP harus:

a) memiliki sumber keuangan yang diperlukan untuk operasi sistem sertifikasi dan untuk membiayai pertanggunggugatan (liability) yang mungkin timbul.
b) memiliki kebijakan dan prosedur yang membedakan antara sertifikasi profesi dan kegiatan lainnya,
c) menjamin bahwa kegiatan lembaga yang terkait tidak mengkompromikan kerahasiaan objektivitas dan ketidakberpihakan dari sertifikasinya.

1.2.5 LSP tidak boleh menawarkan atau memberikan pelatihan atau membantu pihak lain dalam penyiapan jasa tersebut.

1.2.6 LSP harus menetapkan kebijakan dan prosedur (seperti pedoman pelaksanaan) untuk penyelesaian banding dan keluhan yang diterima dari pemohon, calon, profesi yang disertifikasi dan atasan/institusi tempat profesi yang disertifikasi bekerja serta dari pihak lain mengenai proses kriteria sertifikasi, termasuk kebijakan dan prosedur untuk kinerja profesi yang disertifikasi. Kebijakan dan prosedur tersebut harus menjamin bahwa
banding dan keluhan diselesaikan secara independen, tegas dan tidak berpihak.

1.2.7 LSP harus memperkerjakan personil permanen atau personil kontrak dalam jumlah yang memadai dengan pendidikan, pelatihan, pengetahuan teknis dan pengalaman yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi sertifikasi sesuai dengan jenis, rentang dan volume pekerjaan yang dilakukan di bawah tanggung jawab manajemen.

1.3 Pengembangan dan pemeliharaan skema sertifikasi

1.3.1 LSP harus menetapkan metode dan mekanisme untuk digunakan dalam mengevaluasi kompetensi calon dan harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang sesuai untuk pengembangan awal dan pemeliharaan berkelanjutan dari metode dan mekanisme tersebut. CATATAN lampiran A memberikan panduan untuk pengembangan dan pemeliharaan skema sertifikasi.

1.3.2 LSP harus menetapkan suatu proses pengembangan dan pemeliharaan skema sertifikasi yang mencakup kaji ulang dan validasi skema yang dilakukan oleh komite skema.

1.3.3 LSP harus segera memberikan informasi mengenai setiap perubahan di dalam persyaratan kepada wakil-wakil komite. LSP harus mempertimbangkan pendapat yang disampaikan oleh komite skema sebelum memutuskan bentuk perubahan yang tepat dan tanggal efektif berlakunya perubahan. Setelah pengambilan keputusan dan publikasi mengenai perubahan persyaratan, LSP harus memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terkait dan profesi yang disertifikasi. LSP harus memverifikasi bahwa setiap profesi yang disertifikasi memenuhi persyaratan yang diubah dalam periode waktu, yang penetapannya harus mempertimbangkan pendapat komite skema.

1.3.4 Kriteria kompetensi profesi yang dievaluasi harus ditetapkan oleh LSP sesuai dengan pedoman ini dan dokumen relevan lainnya. Jika diperlukan penjelasan untuk penerapan dokumen tersebut terhadap skema sertifikasi yang spesifik, maka penjelasan tersebut harus dirumuskan oleh para ahli, disahkan oleh komite skema dan dipublikasikan oleh lembaga sertifikasi.

1.3.5 Sertifikasi tidak boleh dibatasi atas dasar keuangan atau kondisi lain yang tidak semestinya, seperti keanggotaan dalam asosiasi atau kelompok. Sertifikat kelulusan suatu lembaga pelatihan yang diakui dapat menjadi persyaratan skema sertifikasi. Pengakuan atau persetujuan tersebut oleh LSP, tidak boleh dilakukan dengan mengkompromikan ketidakberpihakan atau mengurangi bobot persyaratan evaluasi dan sertifikasi.

1.3.6 LSP harus mengevaluasi metode ujian calon. Penyelenggaraan ujian harus jujur, absah dan dapat dipertanggungjawabkan. Minimum 1 tahun sekali, metodologi dan prosedur yang tepat (seperti pengumpulan dan pemeliharaan data statistik) harus ditetapkan untuk menegaskan kembali kejujuran, keabsahan, kepercayaan dan kinerja umum setiap ujian dan semua perbaikan perbedaan yang teridentifikasi.

1.4 Sistem manajemen

1.4.1 LSP harus menggunakan sistem manajemen yang didokumentasikan dan mencakup semua persyaratan pedoman ini serta menjamin efektifitas penerapan persyaratan tersebut.

1.4.2 LSP harus menjamin bahwa:

a) sistem manajemen ditetapkan dan dipelihara sesuai dengan pedoman ini, dan
b) sistem manajemennya dimengerti dan diterapkan pada semua tingkat organisasi.

1.4.3 LSP harus mempunyai sistem pengendalian dokumen dan audit internal serta kaji ulang manajemen yang sudah diterapkan termasuk ketentuan untuk perbaikan berkelanjutan, tindakan koreksi dan pencegahan.

1.5 Subkontrak

1.5.1 Jika LSP memutuskan untuk mensubkontrakkan pekerjaan yang berkaitan dengan asesmen kepada asesor subkontrak, maka perjanjian terdokumentasi yang mencakup pengaturan, termasuk kerahasiaan dan pencegahan konflik kepentingan harus dituliskan. Keputusan sertifikat tidak boleh disubkontrakkan.

1.5.2 LSP harus:

a) bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang disubkontrakkan dan tetap bertanggung jawab atas pemberian, pemeliharaan, perpanjangan, perluasan dan pengurangan ruang lingkup, penundaan atau pencabutan sertifikasi.
b) menjamin bahwa subkontraktor tersebut kompeten dan memenuhi ketentuan yang berlaku dalam pedoman ini, dan tidak terlibat baik secara langsung atau melalui atasannya dengan pelatihan atau pemeliharaan sertifikasi personel sedemikian rupa sehingga kerahasiaan dan kenetralan dapat dikompromikan.
c) memelihara daftar subkontraknya dan menilai serta memantau kinerjanya sesuai prosedur yang didokumentasikan.

1.6 Rekaman

1.6.1 LSP harus memelihara sistem rekaman sesuai dengan kondisi dan peraturan perundang-undangan, termasuk cara-cara untuk mengkonfirmasikan status profesi yang disertifikasi. Rekaman harus membuktikan bahwa proses sertifikasi telah dipenuhi secara efektif, khususnya yang berkaitan dengan formulir permohonan, laporan evaluasi, kegiatan survailen, dan dokumen lain yang terkait dengan pemberian, pemeliharaan, perpanjangan, perluasan, pengurangan, penundaan dan pencabutan sertifikasi.

1.6.2 Rekaman harus diidentifikasi, diatur dan dimusnahkan dengan cara yang sesuai untuk menjamin integritas proses dan kerahasiaan informasi tersebut. Rekaman harus disimpan selama periode waktu tertentu untuk memberikan jaminan kepercayaan berkelanjutan, minimal satu siklus sertifikasi penuh, atau sebagaimana yang dipersyaratkan dalam perjanjian pengakuan, kontrak, hukum dan kewajiban lainnya.

1.7 Kerahasiaan

LSP harus menjaga kerahasiaan semua informasi yang diperoleh selama proses kegiatannya, melalui komitmen terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Komitmen tersebut harus dilaksanakan oleh semua individu/personil yang bekerja di lembaga sertifikasi, termasuk anggota komite dan lembaga atau individu dari luar yang bekerja atas namanya. Informasi tersebut tidak boleh diberikan kepada pihak yang tidak berwenang tanpa persetujuan tertulis dari organisasi atau individu dari mana informasi diperoleh, kecuali bila perundang-undangan mensyaratkan informasi tersebut harus diungkapkan. Bila lembaga sertifikasi disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan untuk mengumumkan informasi tersebut, organisasi atau individu yang bersangkutan harus diberitahu sebelumnya tentang informasi yang diberikan.

1.8 Keamanan

Seluruh soal-soal ujian dan bahan-bahan yang terkait harus dipelihara dalam suatu lingkungan yang aman oleh LSP, atau subkontraktornya untuk melindungi kerahasiaan bahan-bahan tersebut selama masa pakainya.


2. Persyaratan untuk personil permanen atau yang dikontrak oleh lembaga sertifikasi

2.1 Umum

2.1.1 LSP harus menetapkan persyaratan kompetensi bagi personil permanen atau yang dikontrak yang terlibat dalam proses sertifikasi.

2.1.2 LSP mewajibkan personil permanen atau yang dikontrak untuk menandatangai dokumen yang menyatakan komitmennya untuk memenuhi peraturan yang ditetapkan oleh lembaga sertifikasi, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan kerahasiaan dan kebebasan dari pengaruh komersial dan pengaruh lainnya dari setiap hubungan sebelum dan/atau saat ini dengan profesi yang diuji yang dapat mengkompromikan kenetralannya.

2.1.3 Uraian tugas dan tanggung jawab yang terdokumentasi dengan jelas harus tersedia bagi setiap Profesi permanen atau yang dikontrak. Mereka harus dilatih sesuai dengan bidang tugasnya, sehingga yang bersangkutan menyadari pentingnya sertifikasi yang ditawarkan. Semua personil yang terlibat dalam setiap aspek kegiatan sertifikasi harus memiliki kualifikasi pendidikan, pengalaman dan keahlian teknis yang sesuai dengan kriteria kompetensi untuk tugas yang ditetapkan.

2.1.4 LSP harus membuat dan memelihara dokumentasi mutakhir mengenai kualifikasi setiap personil. Informasi tersebut harus mudah diakses oleh personil permanen atau yang dikontrak dan harus mencakup:

a) nama dan alamat;
b) organisasi dan jabatannya;
c) pendidikan, jenis dan status personil;
d) pengalaman dan pelatihan yang relevan dengan bidang tugasnya;
e) tanggung jawab dan kewajibannya dalam lembaga sertifikasi;
f) penilaian kinerja;
g) tanggal pemuktakhiran rekaman
h) tanggal pemutakhiran rekaman

2.2 Persyaratan Asesor Kompetensi

2.2.1 Asesor kompetensi harus memenuhi persyaratan LSP berdasarkan persyaratan kompetensi yang berlaku dan dokumen relevan lainnya. Dalam proses pemilihan asesor yang ditugaskan untuk suatu ujian atau bagian dari suatu ujian harus dijamin bahwa asesor kompetensi tersebut minimal:

a) mengerti skema sertifikasi yang relevan;
b) memiliki pengetahuan yang cukup mengenai metode ujian dan dokumen ujian yang relevan;
c) memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang yang akan diuji;
d) mampu berkomunikasi dengan efektif baik secara lisan maupun tulisan dalam bahasa yang digunakan dalam ujian, dan
e) bebas dari kepentingan apapun sehingga dapat melakukan penilaian (asesmen) dengan tidak memihak dan tidak diskriminatif.

2.2.2 Jika seseorang asesor kompetensi mempunyai potensi konflik kepentingan dalam ujian dengan calon, LSP harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa kerahasiaan dan kenetralan ujian tidak dikompromikan (lihat 1.2.5). Langkah-langkah tersebut harus direkam.

3. Proses sertifikasi

3.1 Permohonan

3.1.1 Berdasarkan permintaan pemohon, LSP harus memberikan uraian rinci yang mutakhir mengenai proses sertifikasi untuk setiap skema sertifikasi yang sesuai (termasuk biaya). Di samping itu LSP memberikan dokumen yang memuat persyaratan sertifikasi, hak pemohon, serta kewajiban profesi yang disertifikasi termasuk kode etik profesi (lihat 3.6.2).

3.1.2 LSP harus mensyaratkan kelengkapan permohonan, yang ditandatangi oleh pemohon yang meminta sertifikasi dan mencakup:

a) lingkup sertifikasi yang diajukan;
b) pernyataan bahwa profesi yang bersangkutan setuju memenuhi persyaratan sertifikasi dan memberikan setiap informasi yang diperlukan untuk evaluasi;
c) rincian kualifikasi yang relevan didukung dengan bukti dan rekomendasi;
d) informasi umum pemohon, seperti nama, alamat dan informasi lain yang disyaratkan untuk identifikasi Profesi.

3.2 Evaluasi

3.2.1 LSP harus mengkaji ulang permohonan sertifikasi untuk menjamin bahwa:

a) LSP mempunyai kemampuan untuk memberikan sertifikasi sesuai ruang lingkup yang diajukan;
b) LSP menyadari kemungkinan adanya kekhususan kondisi pemohon dan dengan alasan yang tepat dapat mengakomodasikan keperluan khusus pemohon seperti bahasa dan/atau ketidakmampuan (disabilities) lainnya;
c) pemohon mempunyai pendidikan, pengalaman dan pelatihan yang disyaratkan dalam skema.

3.2.2 LSP harus menguji kompetensi profesi berdasarkan persyaratan skema melalui satu atau lebih metode seperti tertulis, lisan, praktek, pengamatan atau cara lain.

3.2.3 Ujian harus direncanakan dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat menjamin bahwa semua persyaratan skema diverifikasi secara objektif dan sistematis dengan bukti terdokumentasi sehingga memadai untuk menegaskan kompetensi calon.

3.2.4 LSP harus membuat prosedur pelaporan yang menjamin kinerja dan hasil evaluasi termasuk kinerja dan hasil ujian, yang didokumentasikan secara tepat dan dimengerti.

3.3 Keputusan sertifikasi

3.3.1 Keputusan sertifikasi yang ditetapkan untuk seorang calon oleh LSP harus berdasarkan informasi yang dikumpulkan selama proses sertifikasi. Personel yang membuat keputusan sertifikasi tidak boleh berperan serta dalam pelaksanaan ujian atau pelatihan calon.

3.3.2 LSP harus memberikan sertifikasi kepada semua Profesi yang disertifikasi. LSP harus memelihara kepemilikan sertifikat. Sertifikat tersebut dapat dalam bentuk surat, kartu atau media lainnya, yang ditandatangi atau disahkan oleh Personel LSP yang bertanggung jawab.

3.3.3 Sertifikat tersebut minimal harus memuat informasi berikut:

a) nama Personel yang disertifikasi dan nomor sertifikat;
b) nama lembaga sertifikasi;
c) acuan persyaratan kompetensi atau dokumen relevan lain, termasuk hal-hal yang menjadi dasar dalam sertifikasi;
d) ruang lingkup sertifikasi termasuk batasannya;
e) tanggal efektif sertifikasi dan masa berlaku;

3.4 Survailen

3.4.1 LSP harus menetapkan proses survailen untuk memantau pemenuhan profesi yang disertifikasi dengan persyaratan skema sertifikasi yang relevan.

3.4.2 LSP harus memiliki prosedur dan aturan untuk pemeliharaan sertifikasi sesuai dengan skema sertifikasi. Aturan tersebut termasuk frekuensi dan cakupan kegiatan survailen harus disahkan oleh komite skema. Aturan tersebut harus cukup menjamin adanya evaluasi yang jujur untuk mengkonfirmasikan kompetensi Personel yang disertifikasi.

3.5 Sertifikasi ulang

3.5.1 LSP harus menetapkan persyaratan sertifikasi ulang sesuai dengan persyaratan kompetensi dan dokumen relevan lain untuk menjamin bahwa profesi yang disertifikasi selalu memenuhi sertifikasi yang mutakhir.

3.5.2 LSP harus memiliki prosedur dan aturan untuk pemeliharaan sertifikat sesuai dengan skema sertifikasi. Aturan tersebut termasuk frekuensi dan cakupan kegiatan sertifikasi ulang harus disahkan oleh komite skema. Aturan tersebut harus cukup menjamin adanya evaluasi yang jujur untuk mengkonfirmasikan kompetensi profesi yang disertifikasi.

3.6 Penggunaan sertifikat

3.6.1 LSP harus mensyaratkan bahwa profesi yang disertifikasi menandatangani persetujuan untuk:

a) memenuhi ketentuan skema sertifikasi yang relevan;
b) menyatakan bahwa sertifikasinya hanya berlaku untuk ruang lingkup sertifikasi yang diberikan;
c) tidak menyalahgunakan sertifikasi yang dapat merugikan LSP dan tidak memberikan persyaratan yang berkaitan dengan sertifikasi yang menurut LSP dianggap dapat menyesatkan atau tidak sah;
d) menghentikan penggunaan semua pernyataan yang berhubungan dengan sertifikasi yang memuat acuan LSP setelah dibekukan atau dicabut sertifikasinya serta mengembalikan sertifikat kepada LSP yang menerbitkannya, dan
e) tidak menyalahgunakan sertifikat.

3.6.2 Acuan sertifikasi yang tidak sesuai atau penyalahgunaan sertifikat dalam publikasi, katalog, dll, harus ditangani oleh LSP dengan tindakan perbaikan seperti penundaan atau pencabutan sertifikasi, pengumuman pelanggaran dan, jika perlu tindakan hukum lainnya.

Sertifikasi Keahlian dibidang TI

Sertifikasi Keahlian di Bidang TI

Pada dasarnya ada 2 jenis sertikasi yang umum dikenal di masyarakat

* Sertifikasi akademik (sebetulnya tidak tepat disebut sertifikasi) yang memberiakn gelar, Sarjana, Master dll
* Sertifikasi profesi. Yaitu suatu sertifikasi yang diberikan berdasarkan keahlian tertentu unutk profesi tertentu.

Sayangnya sertifikasi akademik sulit memiliki implementasi langusng dalam industri ICT. Disebabkan karena kecepatan perubahan serta standardisasi antara Universitas. Di samping itu tujuan universitas memang berbeda dengan tujuan industri. Universitas bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar bukannya keahlian khusus atau kompetensi untuk profesi tertentu yang dibutuhkan oleh industri. Spesialisasi yang terlalu sempit juga tidak cocok untuk pengembangan universitas.

Sedangkan sertifikasi profesional pada dasarnya memiliki 3 model, yaitu :

* Dikembangkan oleh Profesional Society, sebagai contoh British Computer Society (BCS), Australian Computer Soicety (ACS), South East Asian Regional Computer Confederation (SEARCC) etc
* Dikeluarkan oleh Komunitas suatu profesi, sebagai contoh Linux Profesional, SAGE (System Administration Guild), CISA(IS Auditing) [http://www.isaca.org/]
* Dikeluarkan oleh vendor sebagai contoh MCSE (by Microsoft), CCNA (Cisco), CNE (Netware), RHCE (Red Hat) etc. Biasanya skill yang dibutuhkan untuk memperoleh sertifikat ini sangat spesifik dan sangat berorientasi pada suatu produk dari vendor tersebut.

Sertifikasi yang berbasiskan vendor sangat bergantung pada produk vendor tersebut. Juga dikenal sebagai salah satu strategi pemasaran pada suatu perusahaan (vendor). Dengan mempromosikan sertifikasi tersebut, maka perusahaan tersebut dapat menjamin kepada kustomer mereka bahwa tersedia cukup dukungan teknis (orang yang memiliki sertifikasi produk tersebut). Pada kenyataannya pada pasar tenaga kerja, sertifikasi vendor ini sangat populer. Karena banyak orang beranggapan bahwa dengan memiliki sertifikasi vendor ini maka masa depan lapangan pekerjaan akan terjamin.

SERTIFIKASI NASIONAL

Ada dua jenis Sertifikat yang diterbitkan oleh LSP Telematika, yaitu Certificate of Competence dan Certificate of Attainment.

1. Certificate of Competence yaitu sertifikasi berdasarkan level kualifikasi dan jenjang jabatan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Certificate of Competence (Sertifikat Kompetensi) merupakan bukti pengakuan atas kompetensi seseorang setelah melakukan uji kompetensi dari suatu bidang keahlian kerja.
2. Certificate of Attainment yaitu sertifkasi atas unit kompetensi yang jenjang jabatannya berdasarkan kebutuhan pasar.

Kedua jenis sertifikat tersebut diatas disusun berdasarkan SKKNI.

SERTIFIKASI INTERNATIONAL

Sertifikasi untuk Bahasa Pemrograman

* Program Java → sertifikasi dari Sun : Sun Certified Programmer, Sun Certified Developer, dan Sun Certified Architect.
* Program Java Mobile → sertifikasi dari Sun : Sun Certified Web Component Developer (SCWCD), Sun Certified Business Component Developer (SCBCD), Sun Certified Developer for Java Web Services (SCDJWS), dan Sun Certified Mobile Application
* Developer untuk platform J2ME (SCMAD).
* Program Microsoft.NET → sertifikasi dari Microsoft : Microsoft Certification Application
* Developer (MCAD) dan Microsoft Certified Solution Developer (MCSD).

Sertifikasi untuk Database

* Database Microsoft SQL Server → sertifikasi dari Microsoft : Microsoft Certified DBA
* Database Oracle → sertifikasi dari Oracle :
1. Oracle Certified DBA, terdapat tiga jenjang, yaitu Oracle Certified DBA Associate, Oracle Certified DBA Professional, dan Oracle Certified DBA Master
2. Oracle Certified Developer, terdapat tiga jenjang, yaitu Oracle9i PL/SQl Developer Certified Associate, Oracle9iForms Developer Certified Professional, dan Oracle9iAS Web Administrator
3. Oracle9i Application Server, menyediakan jenjang Oracle9iAS Web Administrator Certified Associate

Sertifikasi untuk Office

* Microsoft Office → sertifikasi dari Microsoft : Sertifikasi Microsoft Office Specialist (Office Specialist), tersedia dalam tiga jalur: Office 2003 Editions, Office XP, dan Office 2000

Sertifikasi di Bidang Jaringan

* Sertifikasi dari Cisco : Cisco Certified Network Associate (CCNA), Cisco Certified Network Professional (CCNP), Cisco Certified Internetworking Expert(CCIE), Cisco Certified Designing Associate (CCDA), Cisco Certified Designing Professional (CCDP), Cisco Security Specialist 1(CSS1), dan lain sebagainya.
* Sertifikasi dari CompTIA : CompTIA Network+, CompTIA Security+, CompTIA A+ dan CompTIA Server+.

Sertifikasi di Bidang Computer Graphics dan Multimedia

* Sertifikasi dari Adobe : ACE (Adobe Certified Expert), terdapat dua jalur sertifikasi, yaitu sertifikasi untuk satu produk (sertifikasi ACE Adobe InDesign CS) dan spesialis (sertifikasi ACE Print Specialist, Web Specialist, dan Video Specialist).
* Sertifikasi dari Macromedia : Certified Macromedia Flash MX Developer, Certified Macromedia Flash MX Designer, Certified ColdFusion MX Developer, dan Certified Dreamweaver MX Developer.
* Aplikasi Maya → sertifikasi dari Alias.

Sertifikasi di Bidang Internet

* Certified Internet Web Master (CIW) : CIW Associates, CIW Profesional, CIW Master (terdapat empat pilihan jalur spesialisasi, yaitu Master CIW Designer, Master CIW Administrator, Master CIW Web Site Manager, dan Master CIW Enterprise Developer), CIW Security Analist dan CIW Web Developer.
* World Organization of Webmasters (WOW) : WOW Certified Apprentice Webmaster (CAW), WOW Certified Web Designer Apprentice (CWDSA), WOW Certified Web Developer Apprentice (CWDVA), WOW Certified Web Administrator Apprentice (CWAA), dan WOW Certified Professional Webmaster (CPW)

Sertifikasi untuk Lotus

* Sertifikasi dari Lotus : Certified Lotus Specialist (CLS), Certified Lotus Professional Application Development (CLP AD), dan Certified Lotus Professional System Administration (CLP SA).

Sertifikasi untuk Novell

* Novell : Novell Certified Linux Professional (Novell CLP), Novell Certified Linux Engineer (Novell CLE), Suse Certified Linux Professional (Suse CLP), dan Master Certified Novell Engineer (MCNE).

refrensi : http://arizkaseptiani.wordpress.com/2011/06/01/sertifikasi-it-nasional-internasional/

Langkah-Langkah Membangun Prototipe dan Keuntungan Membangun Software dengan Prototipe

Prototipe adalah pendekatan ke dasain sistem yang mengembangkan modil kerja yang disederhanakan dari sistem. Prototipe, atau rancngan awal ini, dapat dengan cepat dan murah untuk dibangun dan diberikan pada para pemakai atau diuji.

Langkah-langkah pembuatan prototipe :

Langkah 1

Permintaan bermula dari kebutuhan user.

Langkah 2

Bangunlah sistem prototipe untuk menemukan kebutuhan awal yang diminta.

Langkah 3

Biarkan user menggunakan prototipe. Analis harus memberikan pelatihan, membantu dan duduk bersama-sama dengan user, khususnya untuk pertama kali. Anjurkan perubahan. User harus melihat fungsi-fungsi dan sifat dari prototipe, lihat bagaimana ia memecahkan masalah bisnis dan mengusulkan perbaikan.

Langkah 4

Implementasikan saran-saran perubahan.

Langkah 5

Ulangi langkah ketiga sampai user merasa puas.

Langkah 6

Merancang dan membangun suatu sistem akhir seperti sebelumnya.

Keuntungan dari prototipe

* Menghasilkan syarat yang lebih baik dari produksi yang dihasilkan oleh metode ‘spesifikasi tulisan’.

* User dapat mempertimbangkan sedikit perubahan selama masih bentuk prototipe.

* Memberikan hasil yang lebih akurat dari pada perkiraan sebelumnya, karena fungsi yang diinginkan dan kerumitannya sudah dapat diketahui dengan baik.

* User merasa puas. Pertama, user dapat mengenal melalui komputer. Dengan melakukan prototipe (dengan analisis yang sudah ada), user belajar mengenai komputer dan aplikasi yang akan dibuatkan untuknya. Kedua, user terlibat langsung dari awal dan memotivasi semangat untuk mendukung analisis selama proyek berlangsung.

Jumat, 20 Mei 2011

Berbagai Teknik Estimasi pada Suatu Proyek Sistem Informasi

Estimasi merupakan sebuah proses pengulangan. Pemanggilan ulang estimasi yang pertama dilakukan selama fase definisi, yaitu ketika anda menulis rencana pendahuluan proyek. Hal ini perlu dilakukan,karena anda membutuhkan estimasi untuk proposal. Setelah fase analisis direncanakan ulang, anda harus memeriksa estimasi dan merubah rencana pendahuluan proyek menjadi rencana akhir proyek.

TEKNIK–TEKNIK ESTIMASI

Ada tiga teknik yang digunakan untuk melakukan estimasi, yaitu :

1. Keputusan Profesional

Katakanlah bahwa anda merupakan orang yang memiliki pengalaman yang luas dalam membuat program “report generation modules”. Anda melakukannya dengan pendekatan merancang report tersebut dan memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat program tersebut. Setelah mempelajari rancangan program selama 5 menit, programmer lalu menutup matanya selama 5 menit (dia tidak tidur, tetapi berhitung), dan kemudian mengatakan “15 hari”. Inilah yang disebut Keputusan Profesional murni. Keuntungan dari teknik ini adalah cepat , dan jika seseorang sudah ahli dalam teknik ini, maka estimasinya pasti akan lebih akurat. Sedangkan kerugian dari teknik ini adalah bahwa anda membutuhkan seorang ahli yang berpengalaman dalam bidang ini, dan beberapa ahli tersebut akan bekerja keras untuk mendapatkan estimasi yang tepat.

2. Sejarah

Jalan keluar dari ketergantungan pada orang dan untuk membuat estimasi lebih khusus, yaitu anda harus mengerti tentang sejarahnya. Tulislah berapa lama masing-masing tugas dapat diselesaikan dan siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut. Anda dapat membandingkan tuagas yang akan diestimasik dengan tugas yang sama yang dikerjakan lebih awal, setelah itu mulailah dengan melakukan estimasi. Hal ini dimaksudkan agar anda menjabarkan suatu proyek ke dalam beberapa tugas yang biasanya diulang dan mudah untuk dibandingkan.

3. Rumus-rumus

Ada beberapa rumus yang digunakan dalam software estimasi. Software yang baik untuk diketahui adalah COCOMO (Referensi 15). COCOMO dapat digunakan untuk memperkirakan biaya proyek, usaha (person months), jadwal, dan jumlah staf untuk masing-masing fase berikut ini :

- Preliminary Design – our Analysis Phase

- Detailed Design (DD) – our Design Phase

- Code and Unit Tes (CUT) – same as ours

- System Test – our System Test and Acceptance Phase

Selasa, 03 Mei 2011

Model Pengembangan Standar Profesi

* Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai individu.
* Semakin luasnya penerapan Teknologi Informasi di berbagai bidang, telah membuka peluang yang besar bagi para tenaga profesional Tl untuk bekerja di perusahaan, instansi pemerintah atau dunia pendidikan di era globalisasi ini.
* Secara global, baik di negara maju maupun negara berkembang, telah terjadi kekurangan tenaga professional Tl. Menurut hasil studi yang diluncurkan pada April 2001 oleh ITAA (Information Technology Association of America) dan European Information Technology Observatory, di Amerika pada tahun 2001 terbuka kesempatan 900.000 pekerjaan di bidang Tl.

1. Model dan standar profesi di USA dan Kanada

Dunia Teknologi Informasi (TI) merupakan suatu industri yang berkembang dengan begitu pesatnya pada tahun-tahun terakhir ini. Ini akan terus berlangsung untuk tahun-tahun mendatang. Perkembangan industri dalam bidang TI ini membutuhkan formalisasi ya ng lebih baik dan tepat mengenai pekerjaan, profesi berkaian dengan keahlian dan fungsi dari tiap jabatan. South East Asia Regional Computer Confideration (SEARCC) merupakan suatu forum/badan yang beranggotakan himpunan profiesional IT (Information Technology) yang terdiri dari 13 negara. SEARCC dibentuk pada Februari 1978, di Singapore oleh 6 ikata n komputer dari negara-negara : Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Philipine, Singapore dan Thailand. SEARCC mengadakan konferensi setahun dua kali di tiap negara anggotanya secara bergiliran. Keanggotaan SEARCC bertambah, sehingga konferensi dilakukan seka li tiap tahunnya. Konferensi yang ke-15 ini, yang bernama SEARCC ’96 kali ini diselenggarakan oleh Computer Society of Thailand di Thailand dari tanggal 3-8 Juli 1996.

Sri Lanka telah menjadi anggota SEARCC sejak tahun 1986, anggota lainnya adalah Austr alia, Hong Kong, India Indonesia, Malaysia, New Zealand, Pakistan, Philipina, Singapore, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Kanada. Indonesia sebagai anggota South East Asia Regional Computer Confideration (SEARCC) turut serta dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh SEARCC . Salah satunya adalah SRIG-PS (Special Regional Interest Group on Profesional Standardisation) , yang mencoba merumuskan standardisasi pekerjaan di dalam dunia Teknologi Informasi. Untuk keperluan tersebut.


STANDARDISASI PROFESI MODEL SRIG-PS SEARCC

SRIG-PS dibentuk karena adanya kebutuhan untuk mewujudkan dan menjaga standard profesional yang tinggi dalam dunia Teknologi Informasi, khususnya ketika sumber daya di region ini memiliki kontribusi yang penting bagi kebutuhan pengembangan TI secara global. SRIG-PS diharapkan memberikan hasil sebagai berikut :

* Terbentuknya Kode Etik untuk profesional TI
* Klasifikasi pekerjaan dalam bidang Teknologi Informasi
* Panduan metoda sertifikasi dalam TI
* Promosi dari program yang disusun oleh SRIG-PS di tiap negara anggota SEARCC

Pada pertemuan yang ke empat di Singapore, Mei 1994, tiga dari empat point tersebut hampir dituntaskan dan telah dipresentasikan pada SEARCC 1994 di Karachi. Dalam pelaksanaannya kegiatan SRIG-PS ini mendapat sponsor dari Center of International Cooperation on Computerization (CICC). Hasil kerja tersebut dapat diperoleh di Central Academy of Information Technology (CAIT), Jepang. Pelaksanaan SRIG-PS dilakukan dalam 2 phase.

* Phase 1, hingga pertemuan di Karachi telah diselesaikan.
* Phase 2, akan diselesaikannya panduan model SRIG-PS, phase 2 ini akan diselesaikan di SEARCC 97 yang akan diselenggarakan di New Delhi.

1.1. Pembentukan Kode Etik

Kode etik merupakan suatu dokumen yang meletakkan standard dari pelaksanaan kegiatan yang diharapkan dari anggota SEARCC. Anggota dalam dokumen ini mengacu kepada perhimpunan komputer dari negara-negara yang berbeda yang merupakan anggota SEARCC. Sebelum suatu kode etik diterima oleh SEARCC, dilakukan beberapa langkah pengembangan, yaitu :

* Menelaah kode etik yang telah ada dari assosiasi yang sejenis, yaitu :
o IFIP (International Federation for Information Processing)
o ACM (Association for Computing Machinery)
o ASOCIO (Asian Oceaniq Computer Industries Organization)
* Menelaah kode etik yang telah ada pada asosiasi anggota SEARCC :
o Malaysian Computer Society (Code of Profesional Conduct)
o Australian Computer Society (Code of Conduct)
o New Zealand Computer Society (Code of Ethics and Profesional Conduct)
o Singapore Computer Society (Profesional Code of Conduct)

*
o Computer Society of India (Code of Ethics of IT Profesional)
o Philipine Computer Society Code of Ethics)
o Hong Kong Computer Society (Code of Conduct)
* Mengembangkan draft dari model
* Model tersebut ditelaah dan diselesaikan oleh anggota SRIG-PS
* EXCO-SEARCC menyetujui kode etik tersebut.

Kode etik tersebut memiliki suatu kerangka kerja yang akan menentukan pengimplementasian kode etik tersebut yaitu :

* Pelaksanaan umum
* Dalam relasinya dengan SEARCC
* Dalam relasinya dengan anggoa lain dari SEARCC.

Kode Etik SEARCC ini dapat digunakan untuk menyusun kode etik bagi suatu himpunan di negara anggota. Dengan mengacu kepada kode etik dan menyesuaikan dengan kondisi dan dasar hukum di Indonesia, diharapkan IPKIN dapat menyusun suatu kode etik untuk profesi teknologi Informasi di Indonesia.

1.2. Klasifikasi Job

Klasikasi Job secara regional merupakan suatu pendekatan kualitatif untuk menjabarkan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu pada tingkat tertentu. Sebelum diterimanya suatu model klasifikasi pekerjaan dilakukan analisis terhadap model yang telah dipakai pada beberapa negara misal : Malaysia, Singapore, Hong Kong dan Jepang. Kemudian dijabarkan suatu kriteria yang dapat diterima untuk menjadi model regional. Proses identifikasi kemudian dilakukan untuk mengetahui klasifikasi pekerjaan yang dapat diterima di region tersebut. Kemudian dilakukan pendefinisian fungsi, output, pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk setiap tingkatan dari pekerjaan tersebut. Proses ini telah dilaksanakan pada SRIG-PS Meeting di Hong Kong 3-5 Oktober 1995.

Pada umumnya terdapat dua pendekatan dalam melakukan klasifikasi pekerjaan ini yaitu :

* Model yang berbasiskan industri atau bisnis. Pada model ini pembagian pekerjaan diidentifikasikan oleh pengelompokan kerja di berbagai sektor di industri Teknologi Informasi. Model ini digunakan oleh Singapore dan Malaysia
* Model yang berbasiskan siklus pengembangan sistem. Pada model ini pengelompokkan dilakukan berdasarkan tugas yang dilakukan pada saat pengembangan suatu sistem. Model pendekatan ini digunakan oleh Japan.

Beberapa kriteria menjadi pertimbangan dalam mengembangkan klasifikasi job ini yaitu :

* Cross Country, cross-enterprise applicability, Ini berarti bahwa job yang diidentifikasi tersebut harus relevan dengan kondisi region dan setiap negara pada region tersebut, serta memiliki kesamaan pemahaman atas fungsi setiap pekerjaan.
* Function oriented bukan tittle oriented, Titel yang diberikan dapat berbeda, tetapi yang penting fungsi yang diberikan sama. Titel dapat berbeda pada negara yang berbeda.
* Testable/certifiable, Fungsi yang didefinisikan dapat diukur/diuji
* Harus applicable. Fungsi yang didefinisikan harus dapat diterapkan pada mayoritas Profesional TI pada region ini.

Model SRIG-PS – SEARCC


Gambar 1.Model regional yang direkomendasikan

Model SEARCC untuk pembagian job dalam lingkungan TI merupakan model 2 dimensi yang mempertimbangkan jenis pekerjaan dan tingkat keahlian ataupun tingkat pengetahuan yang dibutuhkan. Model sel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.



Gambar 2. Pembagian Job menurut Model SRIG-PS (SEARCC)

ü Jenis pekerjaan meliputi :

* Programmer (Pemrogram)
* System Analyst (Analis Sistem)
* Project Manager (Manajer Proyek)
* Instructor (Instruktur)
* Specialist yang terdiri dari :
o Data Communication
o Database
o Security
o Quality Assurances
o IS Audit
o System Software Support
o Distributed System
o System Integration

Setiap jenis pekerjaan kecuali spesialis memiliki 3 tingkatan yaitu :

* Supervised (terbimbing). Tingkatan awal dengan 0-2 tahun pengalaman, membutuhkan pengawasan dan petunjuk dalam pelaksanaan tugasnya.
* Moderately supervised (madya). Tugas kecil dapat dikerjakan oleh mereka tetapi tetap membutuhkan bimbingan untuk tugas yang lebih besar, 3-5 tahun pengalaman
* Independent/Managing (mandiri). Memulai tugas, tidak membutuhkan bimbingan dalam pelaksanaan tugas.

Setiap sel klasifikasi job tersebut dijabarkan dalam dokumen SRIG-PS yang telah diterbitkan pada tahun 1996. Penjabaran tersebut meliput :

* Fungsi jenis pekerjaan tersebut
* Output pekerjaan tersebut
* Pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut

Untuk menganalisis terhadap model yang telah ada dilakukan pemetaan model-model tersebut terhadap model SRIG-PS. Setiap model memiliki metode deskriptif yang berbeda, misal model SEARCC mendefinisikan job klasifikasi beserta deskripsinya. Model Association for Computing Machinery (ACM) terlalu berorientasi ke hardware sehinggga kurang cocok untuk profesi Teknologi Informasi. Model British Computer Society (BCS) adalah suatu model yang komprehensif, tetap berlangsung dan mudah dipahami. Tetapi bukanlah suatu sistem sertifikasi, tetapi suatu model untuk acuan program pengembangan profesi. Model Japan Information Technology Engineer Examination (JITEE) adalah komprehensif, tetapi tidak ada yang tertulis dalam bahasa Inggris. Berdasarkan kemungkinan yang tercocok pemetaan dilakukan terhadap model BCS, dan Japan IT Engineer Model.

Model British Computer Society (BCS)

Untuk model BCS pekerjaan diklasifikasikan dalam tingkatan sebagai berikut :

* Level 0 . Unskilled Entry
* Level 1 . Standard Entry
* Level 2 . Initially Trainded Practitioner
* Level 3 . Trained Practitioner
* Level 4 . Fully Skilled Practitioner
* Level 5 . Experienced Practitioner/Manager
* Level 6 . Specialist Practitioner/Manager
* Level 7 . Senior Specialist/Manager
* Level 8 . Principal Specialist/Experienced Manager
* Level 9 . Senior Manager/Director

Setiap sel dari model BCS/ISM ditentukan berdasarkan :

* Latar belakang akademik
* Pengalaman dan tingkatan keahlian
* Tugas dan atribut
* Pelatihan yang dibutuhkan.

Pemetaan model SEARCC dengan model BCS untuk pembagian kerja dapat dilihat pada gambar berikut ini :



Gambar .3. Pemetaan terhadap model BCS

Model Japan IT Engineer
Model JITEE mendefinisikan setiap cell berdasarkan :

* Fungsi
* Pengalaman
* Pengetahuan, keahlian dan kemampuan.




Gambar 4. Klasifikasi Pekerjaan Model JITEE

Pembagian kerja digambarkan sebagai berikut :


Gambar 5. Pembagian kerja menurut JITEE

Sedangkan untuk spesialis dapat digambarkan sebagai berikut :


Gambar 6. Pemetaan untuk spesialis terhadap model JITEE

Model Klasifikasi Pekerjaan TI di Singapore



Gambar 7. Model Singapore untuk Klasifikasi Pekerjaan

Pada model Singapore juga dilakukan pembagian berdasarkan tingkatan senioritas. Misal pada System development dibagi menjadi :

* Programmer
* Analyst/Programmer
* Senior Analyst/Programmer
* Principal Analyst/Programmer
* System Analyst
* Senior System Analyst
* Principal System Analyst
* Development Manager



Model Malaysia


Gambar 8. Model Klasifikasi Pekerjaan Malaysia

* Model Malaysia ini mirip dengan model Singapore, juga membedakan posisi pekerjaan pada berbagai sektor bisnis. Tetapi berbeda dalam melakukan ranking senioritas, misal untuk System Development
* Programmer
* System Analyst/Designer
* System Development Executive

Model Singapore dan Malaysia memiliki banyak kesamaan dan dapat diintegrasi, dengan pembagian sebagai berikuti :

* System Development
* Computer Operations
* Sales, Marketing and Services
* Education and Trainings
* Research and Developments
* Spesialist Support
* Consultancy



1. 2. Model dan Standar Profesi di USA Vs EROPA

STANDAR PROFESI DI AMERIKA & EROPA

2.1. Standar Profesi di Amerika & Eropa

2.1.1. Pustakawan dan Konsep Negara Modern

Satu hal penting mengapa profesi pustakawan dihargai di Amerika adalah bahwa dari sejarahnya, perkembangan profesi pustakawan di Amerika Serikat sejalan dengan sejarah pembentukan Amerika Serikat sebagai negara modern dan juga perkembangan dunia akademik. Pada masa kolonial, tradisi kepustakawanan di dunia akademik merupakan bagian dari konsep negara modern, utamanya berkaitan dengan fungsi negara untuk menyediakan dan menyimpan informasi. Oleh karena itu, profesi purstakawan (bibliographist) dan ahli pengarsipan (archieving specialist) mulai berkembang pada masa itu.
Sejalan dengan itu, posisi pustakawan mengakar kuat di universitas-universitas dan tuntutan profesionalitas pustakawan pun meningkat. Untuk menjadi seorang pustakawan, Seseorang harus mendapatkan gelar pada jenjang S1 pada area tertentu terlebih dahulu untuk bisa melanjutkan ke jenjang S2 di bidang perpustakaan. Khusus untuk pustakawan hukum, beberapa sekolah perpustakaan memiliki jurusan khusus pustakawan hukum. Umumnya gelarnya berupa MLS atau MLIS (Master of Library and Information Science). Pendidikan jenjang S2 ini ditempuh selama dua tahun. Sistem pendidikan yang seperti ini sangat kondusif untuk menciptakan spesialisasi dalam profesi pustakawan itu sendiri, yang tidak hanya mampu membuat dan menyusun katalog namun juga memiliki pengetahuan khusus di bidang tertentu, misalnya pustakawan yang juga memiliki pengetahuan di bidang hukum.

Untuk memastikan hal ini, dibentuklah panduan profesi pustakawan yang memastikan seorang pustakawan harus memiliki gelar profesional pustakawan. Selain harus memiliki sertifikat, para pustakawan profesional ini pun juga terus mengembangkan pendidikan profesinya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan di area tertentu yang berkaitan dengan pengolahan dokumen. Hal ini penting untuk menghadapi perkembangan dunia elektronik yang juga berpengaruh terhadap kebutuhan pengguna dan proses pengolahan.
2.1.2. Relasi Pustakawan dengan Staf Teknis dan Profesi yang Didukungnya

Sementara itu, pekerjaan-pekerjaan teknis yang berkaitan dengan manajemen dan pengelolaan perpustakaan seperti scanning dokumen, jaringan internet, memasang sistem katalog dalam jaringan komputer, dikerjakan ahli-ahli yang berfungsi sebagai staf teknis perpustakaan. Umumnyam mereka memiliki



latar belakang pendidikan di bidang Teknologi Informasi. Mereka staf teknis dan bukan pustakawan.

Hal ini tentu berbeda dengan kondisi di Indonesia. Profesi pustakawan seringkali ditempatkan hanya sebagai pekerjaan teknis, tukang mengolah katalog, mencari dan mengembalikan buku perpustakaan ditempatnya, serta memfotokopi dokumen yang dibutukan pengguna. Tidak ada pembagian fungsi dan tugas yang tegas antara pustakawan dan staf teknis. Perbedaan lainnya juga terletak pada relasi antara pustakawan dengan profesi yang didukungnya. Sebagai contoh, pustakawan yang bekerja di universitas memiliki kontribusi bagi dunia akademik dengan melakukan riset-riset. Misalnya, riset mengenai efektivitas perkuliahan. Selain itu, mereka juga mengenalkan ilmu keperpustakaan kepada mahasiswa melalui kurikulum dengan menyediakan satu sesi di setiap mata kuliah untuk berdiskusi megnenai akses informasi. Pustakawan mempresentasikan dan berdiskusi megnenai bagaimana menggunakan layanan perpustakaan dan menggunakan alat-alat yang disediakan untuk mencari informasi yang dibutuhkan serta etika akademis dalam mengutip tulisan orang lain. Selain itu, juga disediakan panduan online yang diintegrasikan dengan situs mata kuliah tersebut.

Contoh lainnya adalah hubungan profesi pustakawan dengan profesi ahli bahasa. Pustakawan di Amerika Serikat bekerjasama dengan The Modern Language Association menyusun panduan yang berkaitan dengan informasi linguistik yang berisi materi-materi, metode-metode dan bahkan hal-hal mengenai etika yang berkaitan dengan linguistik. Profesi pustakawan hukum pun seyogyanya dapat melakukan riset yang dapat berkontribusi bagi profesi hukum. Banyak pustakawan hukum di Amerika Serikat yang juga memiliki gelar hukum dan aktif melakukan penelitian dan kontribusi lainnya terhadap profesi hukum. Sehingga, pustakawan tidak berfungsi sekedar sebagai supervisi dan kolektor dokumen saja. Selain itu, hubungan antar pustakawan dengan profesi yang didukungnya, misalnya dalam dunia akademik, menjadi setara.
2.1.3. Komunitas Pustakawan yang Kritis

Hal yang menarik lainnya adalah komunitas pustakawan di Amerika Serikat yang sangat kritis terhadap perkembangan yang bisa berdampak pada perpustakaan dan profesinya. Komunitas pustakawan di Amerika Serikat terlibat aktif dalam gerakan akses terbuka terhadap informasi. Perpustakaan berfungsi sebagai penghubung dan penyedia informasi yang lebih murah bagi publik.

Mereka bekerja dengan para akademisi dan organisasi-organisasi penting. Salah satunya, adalah advokasi kepada para akademisi untuk tidak mempublikasikan tulisannya melalui penerbit-penerbit yang mahal. Sebaliknya, mereka mendorong pendirian penerbit-penerbit di universitas-universitas dan menerbitkan tulisan-tulisan para dosennya sendiri.



Hal ini merupakan upaya untuk menyediakan tulisan akademik dengan harga yang lebih murah.

Selain itu, komunitas pustakawan juga terlibat dalam advokasi hak cipta. Misalnya, menyebarluaskan informasi mengenai hak-hak penulis terutama dalam penandatangan kontrak dengan penerbit. Di Amerika Serikat, penerbit umumnya memasukkan pasal yang mengharuskan penulis untuk membayar mereka untuk melakukan distribusi karyanya di lingkungan pengajarannya. Komunitas pustakawan melakukan advokasi kepada penulis untuk meminta pasal ini dihapus sehingga distribusi karya yang diterbitkan kepada lingkungan ajarannya tidak dikenakan biaya.

Komunitas pustakawan juga mengadvokasikan posisi dan pandangan mereka terhadap UU Hak Cipta. Misalnya, hak untuk membuat duplikat tambahan untuk perpustakaan dari bahan-bahan yang diperuntukan untuk kepentingan penyimpanan. UU Hak Cipta Amerika Serikat membolehkan untuk membuat micro film dari koran-koran lokal atau bahan-bahan yang sudah jarang ditemukan dibolehkan untuk kepentingan penyimpanan. Namun demikian, komunitas pustakawan di Amerika Serikat berpandangan, perpustakaan memiliki hak untuk membuat duplikasi tambahan dari micro film yang sudah dibuat untuk kepentingan penyimpanan itu. Komunitas pustakawan di Amerika Serikat juga menentang privatisasi informasi yang diatur dalam WTO.

Komunitas pustakawan ini memiliki organisasi yang efisien. Biaya keanggotaan digunakan untuk membiayai staff dalam skala kecil di Washington DC. Visinya adalah untuk melindungi kepentingan perpustakawan. Fokus pekerjaan mereka adalah isu-isu yang berdampak pada perpustakaan, hak cipta. Selain melakukan kegiatan di atas, mereka juga seringkali melakukan presentasi di hadapan kongres agar mengetahui isu-isu yang dihadapi oleh para pustakawan. Mereka juga aktif bila ada kebijakan nasional yang melanggar hak untuk memperoleh informasi demi alasan keamanan nasional. Sebuah kisah yang seharusnya menginspirasi profesi pustakawan di Indonesia.



#Referensi :

1.
2.

Rabu, 13 April 2011

Langkah - Langkah Pemrograman

Langkah 1. Rencana Penggabungan (Plan The Integration)

Langkah 2. Mendisain Modul (Design The Module)
Programmer menerima beberapa tingkatan disain dari fase disain. Tugasnya adalah memecah modul secara rinci ke tingkat yang lebih rendah sampi mencapai keadaan programmer siap untuk melakukan pemrograman. Ini disebut disain modul. Level disain modul tingkat menengah.

Langkah 3. Telusuri Disain Modul (Walk Through The Module Design)
Seperti pada tingkat atas dan menengah dari disain, pertukaran harus dibuat sebaiknya pada tingkat yang paling rendah. Telusuri disain dari masing-masing modul sebelum melakukan pengkodean. Penelusuran ini sangat kecil : hanya programmer yang tepat, supervisor dan mungkin programmer lainnya yang perlu diperhatikan. Kegunaan dari penelusuran disain modul adalah untuk memastikan bahwa disain yang terbaik yang telah dilakukan, semua fungsi telah dialamatkan dan semua bagian telah ditangani.

Langkah 4. Rencana Bagaimana Menguji Modul (Plan How To Test The Module)
Programmer harus menyiapkan rencana pengujian modul dan data pengujian sebelum dikodekan. Rencana pengujian dilakukan setelah kode ditetapkan. Mereka cenderung hanya menguji bagian kode yang paling ‘sulit’. Pimpinan proyek bisa saja melakukan tuntutan pada penelusuran rencana pengujian sepanjang disain modul sedang dilaksanakan. Kerjakan penelusuran ini bersama-sama.

Langkah 5. Kode Setiap Modul (Code Each Module)
Standar pengkodean akan ditetapkan pada saat disain sistem.

Berikut ini adalah ringkasan dari sebuah program terstruktur, yaitu :
• Jika berukuran kecil. Aturan dasarnya adalah kira-kira 100 baris kode yang dapat dieksekusi dan listingnya tidak lebih dari 2
halaman.
• Satu entry, satu exit.
• Referensi secara keseluruhan sedikit.
• Konstruksi terstruktur yang digunakan : berurutan, IF/THEN/ELSE, CASE, WHILE, UNTIL, CALL (bukan GO TO).

Langkah 6. Menguji Modul (Test The Module)
Programmer menguji modul dengan menetapkan lingkungan yang tepat, menyediakan beberapa input, membiarkan modul langsung memproses secara logik dan mendapatkan hasilnya. Beberapa input mungkin tidak sebenarnya, terutama jika modul tersebut tidak menyediakan input yang sebenarnya.

Modul seharusnya diuji dalam dua tahap, yaitu :
• Tahap Pertama disebut pengujian “White Box”. Programmer harus mengetahui isi di dalam modul dan menyediakan data
pengujian, sehingga masing-masing path logical dalam program dapat dieksekusi.
• Tahap Kedua atau pengujian “Black Box” dapat dilakukan. Dalam pengujian ini, programmer mengabaikan bagian dalam dari modul – data disediakan secara berurut dan dianggap seperti pemakaian sebenarnya.

Langkah 7. Menguji Level Terendah dari Integrasi (Test The Lowest Levels Of Integration)
Jika modul utama memanggil sub-modul, programmer harus menggabungkan dan menguji semua modul secara bersama-sama.
Bahkan jika programmer tidak bertanggung jawab untuk menulis sub-modul, programmer harus menguji perintah CALL dan RETURN dari seluruh modul. Metode terbaik untuk melakukan hal ini adalah membuat sebuah “program stub” (potongan program) sebagai pengganti sub-modul. Potongan program ini dapat terdiri dari empat baris program yang menunjukkan bahwa kontrol sudah diterima dengan baik, tampilkan parameter penerima, jika perlu lakukan pengontrolan kembali dengan beberapa parameter yang tidak sebenarnya.

Langkah 8. Menyimpan Semua Hasil Pengujian, Penggabungan Modul-modul Yang Telah Diuji (Save The Results Of All Tests; Submit Finished Modules To Integration)
Hasil pengujian digunakan untuk menyusun statistik yang menunjukkan penyebab, cara perbaikan serta biaya-biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan program. Pimpinan proyek biasanya menguasai/mengepalai penggabungan ini pada sistem berukuran kecil sampai sedang. Software seperti CMS (Code Management System) sangat berguna untuk menajemen konfigurasi – menjamin program tetap berjalan sesuai versinya dan mengubah ke source code.

Langkah 9. Memulai Dokumentasi User (Get Started On The User Documentation)
Apakah programmer bertanggung jawab pada dokumentasi user atau tidak, tahapan ini adalah waktu terbaik untuk menjawabnya.

Selasa, 22 Maret 2011

Pembahasan Tentang UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi

Pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi, dengan alasan tersebutlah dibuat suatu undang-undang yang berisi aturan-aturan yang wajib dijalani dalam hal telekomunikasi, undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 dibuat untuk menggantikan undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang telekomunikasi yang dipandang tidak sesuai lagi. Berdasarkan undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 telekomunikasi adalah “Setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainya”.

Dalam undang-undang ini ada beberapa hal yang berkaitan erat dengan telekomunikasi, hal tersebut dijabarkan secara jelas pada Bab Ketentuan Umum Pasal 1 seperti Alat telekomunikasi, Perangkat Telekomunikasi, Sarana dan prasarana telekomunikasi, Pemancar radio, Jaringan telekomunikasi, Jasa telekomunikasi, Penyelenggara telekomunikasi, Pelanggan, Pemakai, Pengguna, Penyelenggara telekomunikasi, Penyelenggara jaringan telekomunikasi, Penyelenggara jasa telekomunikasi, Penyelenggara telekomunikasi khusus, Interkoneksi, Menteri. Pada dasarnya tujuan dari adanya telekominikasi adalah untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Telekomunikasi dikuasi oleh Negara dan pembinaanya dilakukan oleh pemerintah, dalam pelaksanaan pembinaan telekomunikasi pemerintah melibatkan peran serta masyarakat. Disini menteri bertindak sebagai penaggung jawab administrasi telekomunikasi Indonesia. Telekominukasi diselenggarakan dalam tiga hal yaitu penyeleggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi, dan penyelenggara telekomunikasi khusus. Ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Undang-undang ini menjelaskan mengenai Larangan Praktek Monopoli pada Pasal 10 Ayat 1 disebutkan Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi. Dalam penyelenggaraan telekomuniksai membutuhkan izin dari menteri, izin tersebut harus memperhatikan tata cara yang sederhana, proses yang transparan, adil dan tidak siskriminatif dan penyelesaian dalam waktu yang singkat. Untuk mengadakan penyelenggaraan komuniksai dapat memanfaatkan tanah atau bangunan milik pemerintah atau milik perseorangan stelah mendapatkan persetujuan kedua belah pihak, jika dalam penyelenggaraan komuniksai menimbulkan kerugian pihak yang merasa dirugikan berhak menuntut ganti rugi kepada penyelenggara komunikasi, hal-hal yang berhubungan dengan situasi tersebut telah dijelskan pada Pasal 12 – Pasal 22. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomuniksai digunakan system penomoran, selain itu setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya, dan wajib membayar biaya hak penyelenggara telekomunikasi yang diambil dari persentase pendapatan. Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan olehpenyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah. Adanya telekomunikasi khusus pada penyelenggaraan telekomunikasi diberikan setelah mendapat persetujuan dari menteri, dan hal itu diberikan untuk keperluan penyiaran.

Dalam telekomunikasi dibutuhkan perangkat telekomunikasi, spectrum radio, dan orbit satelit semua itu harus dengan spesifikasi dan ketentuan yang telah ditetapkan pada undang-undang ini yang diatur pada Pasal 32 – Pasal 37. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi., seperti penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan. Untuk melindungi privacy sesorang (pengguna jasa telekomunikasi) dibuatlah aturan mengenai pengamanan telekomunikasi, pada Pasal 42 Ayat 1 telah jelas sekali menerangkan bahwa “Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya”. Dalam hal penyidikan undang-undang ini memberikan hak menyidik selain pada penyidik pejabat polisi Negara republic Indonesia juga diberikan hak kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu. Ketentuan pidana pada undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi menyebutkan sanksi hukumpidana penjara paling lama 6 tahun atau denda sebanyak 600.000.000, hal-hal lain yang menyangkut pidana tetera jelas dalam Pasal 47- Pasal 59.

Ketentuan peralihan pada pasal 60 menyebutkan “Pada saat berlakunya Undang -undang ini, penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 3 Tahun 1998 tentang Telekomunikasi, tetap dapat menjalankan kegiatan dengan ketentuan dalam waktu selambatlambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini dinyatakan berlaku wajib menyesuaikan dengan Undang-undang ini”. Kemudian setelah satu tahun undang-undang Nomor 3 Tahun 1998 tidak berlaku lagi.

Pembahasan Tentang UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta

Untuk memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan penghargaan atas buah kreativitas dari seseorang atau suatu organisasi, dibuatlah undang-undang perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual atau undang-undang tentang Hak Cipta. Undang undang Hak Cipta telah banyak mengalami perubahan, pertama dibuat undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta dan telah diubah dengan undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan kini undang-undang tersebut telah diubah menjadi undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang ini dijabarkan secara jelas mengenai apa saja yang berkaitan erat tentang Hak Cipta seperti dijelaskan mengenai pengertian Hak Cipta, Pencipta, Ciptaan, Pemegang Hak Cipta, Pengumuman, Perbanyakan, Potret, Program Komputer, Hak Terkait, Pelaku, Produser Rekaman Suara, Lembaga Penyiaran, Permohonan, Lisensi, Kuasa, Menteri, dan Direktorat Jenderal.
Pengertian Hak Cipta dalam undang-undang ini adalah “Hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 1). Fungsi dari Hak Cipta itu sendiri adalah memberikan Hak atau kekuasaan terhadap pencipta atau pemegang hak cipta untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial. Sifat dari Hak Cipta dalah sebagai benda bergerak yang dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya ataupun sebagian karena Pewarisan, Hibah, Wasiat, Perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Jika pencipta meninggal dunia Hak Cipta menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, sekalipun Hak Cipta tersebut tidak atau belum diumumkan tetap menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat, Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.

Seseorang dianggap sebagi pencipta suatu ciptaan atau karya jika namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal atau namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan dan jika pada ceramah orang yang berceramah tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagi pencipta ceramah tersebut. Sesorang tidak bisa secara mudah mengaku sebagai pencipta atas suatu ciptaan karena dalam undang-undang ini telah diatur apa saja yang menjadi kriteria seseorang dikatakan pencipta atas suatu ciptaan. Mengenai Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui telah dijelaskan secara lengkap bahwa Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya serta Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 menjelaskan pula mengenai Ciptaan apa saja yang dilindungi dan disebutkan juga mengenai apa saja yang tidak termasuk dalam Hak Cipta. Disini juga disebutkan hal-hal yang tidak dianggap sebagi pelanggaran Hak Cipta, seperti syarat bahwa sumber harus disebutkan, dan harus sesuai dengan aslinya. Dalam Pasal 17 disebutkan “Pemerintah melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta”. Pasal ini membuktikan adanya batasan atas ciptaan. Pada bab 2 bagian keenam dalam undang-undang ini dijelaskan mengenai Hak Cipta atas Potret, pasal demi pasal dalam bagian ini menerangkan bahwa Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia. Hak Moral pencipta atau ahli warisnya dijelaskan secara rinci pada bagian ke tujuh dalam bab 2 Pasal 24 – Pasal 26. Sutau ciptaan yang menggunakan sarana kontrol teknologi juga diatur dalam undang-undang ini.

Masa berlaku Hak Cipta adalah 50 tahun, penjelasanya tertuang dalam Pasal 29 – pasal 34. Untuk mendaftarkan suatu ciptaan Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan, Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Ketentuan dari pendaftaran atau permohonan atas sutu ciptaan tertuang dalam Pasal 35 – Pasal 47. Adanya Dewan Hak Cipta adalah untuk membantu Pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta. Hak-hak terkait dalam memberikan izin atau melarang suatu ciptaan diumumkan atau diperbanyak diberikan juga kepada Pelaku, Produser Rekaman Suara dan Lembaga Penyiaran. Jangka waktu perlindungan yang diberikan untuk Pelaku dan Produser Rekaman Suara adalah 50 tahun, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran asalah 20 tahun. Hak Cipta sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dikelola oleh Direktorat Jendral. Untuk setiap pengajuan Permohonan, permintaan petikan Daftar Umum Ciptaan, pencatatan pengalihan Hak Cipta, pencatatan perubahan nama dan/atau alamat, pencatatan perjanjian Lisensi, pencatatan Lisensi wajib, serta lain-lain yang ditentukan dalam Undangundang ini dikenai biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Masalh penyelasain sengketa dalam Hak Cipta juga dijabrkan secara rinci dalam Pasal 55 – Pasal 66. Pada Bab sebelas dijelaskan tantang Penetapan Sementara Pengadilan yang menerangkan mengenai pelanggaran-pelanggaran hak cipta dan apa yang harus dilakukan pihak-pihak yang dirugikan. Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik, penyidik berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta, melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta, pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta, dan meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta. Ketentuan pidana dalam pelanggaran atas Hak Cipta telah diatur dalam Pasal 72- Pasal 73 yang menerangakan denda atau pidana yang diberikan terhadap pelangar hak Cipta sebesar 500.000.000 paling banyak dan pidana paling lama 5 tahun.

Ketentuan Peralihan dalam undang-undang ini menerangkan “Dengan berlakunya Undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang- undang ini, tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini”. Dan dipaparkan pula mengenai undang-undang ini berlaku terhadap semua Ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia, semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia, semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Jadi menurut saya, dengan adanya UU Telekomunikasi di Indonesia, maka setiap penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia dapat mengerti dan memahami semua hal yang berhubungan dengan telekomunikasi dalam bidang teknologi informasi dari mulai azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana.
Mengenai keterbatasan UU telekomunikasi,menurut saya tidak ada keterbatasan sama sekali,karena UU itu dibuat untuk meminimalkan hal-hal yang tidak kita inginkan,di tambah lagi di jaman modern sekarang.karena penggunaan teknologi informasi sangat berpengaruh besar untuk negara kita,itu apa bila dilihat dari keuntungan buat negara kita karena kita dapat secara bebas memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing.. jadi kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta

Selasa, 22 Februari 2011

Cyber crime di Indonesia

Setiap teknologi pasti mempunyai sisi negatif dan sisi positif. Hal ini bagaikan makan buah simalakama. Banyak doa aja deh biar kita lebih banyak kecipratan sisi positifnya teknologi dari pada sisi negatifnya.

Cybercrime juga merupakan sisi negatif dari pesatnya perkembangan teknologi. Khususnya teknologi Internet . Apakah diantara kalian pernah ada yang merasa profil di Facebook kalian dirubah isinya tanpa sepengetahuan kalian dengan tujuan menjekan kalian dimuka umum? Ya itu adalah salah satu contoh tindakan cybercrime.

Salah satu contoh kasus cyber crime yang paling banyak ditemukan adalah hacking dan cracking. Hacker biasanya melakukan tindakannya dengan dasar yang positif yaitu mengetahui kelemahan sistem untuk mempermudah perbaikan yang akan dilakukan pada sistem tersebut. Sedangkan cracker adalah orang yang menyusup masuk ke dalam sistem orang lain dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan pribadi maupun golongan dengan dalih ekonomi dan lainnya atau sebatas kesenangan pribadi.
Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, penyebaran virus, hingga pelumpuhan target sasaran yang sering disebut Denial of Services (DoS).

Pernah dengar kan sewaktu website milik KPU www.tnp.kpu.go.id berhasil dibobol oleh Dani Firmansyah, seorang konsultan Teknologi Informasi di PT Danareksa jakarta. pada hari sabtu 17 april 2004. Dia mengubah nama-nama partai di dalamnya menjadi nama-nama unik. Partai Kolor Ijo, Partai mbah Jambon, Partai Jambu, dll.

Dia kemudian dihukum 6 bulan 21 hari yang didasarkan pada UU RI No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 22 c, pasal 38, pasal 50 dan subsider pasal 406 KUHP (menghancurkan dan merusakan barang). Hehe.. baru tau kalo Cracker terkena pasal menghancurkan dan merusakan barang.

Contoh lain kasus cyber crime yang terjadi di indonesia :
- Carding
Tanggal 14 Juli 2004 melakukan transaksi di “hardy’s Supermarket” Batubulan Gianyar, Bali.menggunakan kartu credit citibank, Mastercard BNI, Visa dari Standart Cartered Bank. Namun transaksi gagal dilakukan karna diktahui bahwa kartu tersebut palsu. Beny dijatuhi hukuman 5 tahun 8 bulan yang didasarkan pada pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat yang dapat menimbulkan kerugian.
-Cyberterrorisme
domain situs www.anshar.net yang ditengarai sebagai situs yang digunakan oleh kelompok jaringan teroris di Indonesia untuk melakukan propaganda terorisme melalui internet.
Domain tersebut dibeli dari kartu kredit curian (hasil carding). Situs tersebut dibeli atas nama Max fiderman yang tentunya bukan nama asli.
Menurut hasil penyidikan dengan menggunakan software Visual Trace Route, dia menggunakan Matrix untuk online, IP addressnya adalah 202.152.162.x dan 202.93.x .
terdakwa kemudian divonis hukuman 6 tahun penjara berdasarkan pasal 45 ayat 1 UU RI No.15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.

Dari contoh cyber crime diatas ada beberapa hal yang bisa kita lakukan sebagai upaya mencegah terjadinya cyber crime yaitu dengan cara meningkatkan sistem keamanan PC yaitu dengan cara memasang firewall, melakukan perubahan password email atau akun secara rutin, dll.

Jadi pikir-pikir 100X deh kalo mau nglakuin Cybercrime. Udah liat kan contoh-contoh ancaman hukuman yang bakal diterima. :)